Apa saja yang dapat membatalkan puasa? – Puasa merupakan kewajiban yang wajib dijalanakan bagi umat islam. Orang yang berpuasa adalah ia yang mampu menahan haus dan lapar serta menahan semua panca indera dan anggota tubuh lainnya dari perbuatan yang dapat membatalkan atau mengurangi pahala puasa. Adapun beberapa hal yang dapat membatalkan puasa antara lain :
Makan dan minum dengan sengaja
Pertama, yang dapat membatalkan puasa adalah makan dan minum dengan sengaja. Adapun makan dan minum yang dapat membatalkan puasa berdasarkan kesepakatan para ulama yaitu : Memasukkan makanan maupun minuman apa saja ke dalam tubuh melalui mulut baik makanan yang bermanfaat (roti, gandum, nasi, dsb) maupun yang diharamkan (khamar), atau sesuatu yang tidak ada nilai manfaat atau bahaya (seperti potongan kayu).
Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187).
Jika orang yang sedang berpuasa lupa dan keliru pada saat itu ia makan, maka puasanya tidaklah batal. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا نَسِىَ فَأَكَلَ وَشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ
“Apabila seseorang makan dan minum dalam keadaan lupa, hendaklah dia tetap menyempurnakan puasanya karena Allah telah memberi dia makan dan minum.”
Namun, orang yang berpuasa sengaja makan dan minum, maka puasanya batal. Ia berkewajiban untuk mengganti atau mengqada puasanya, tanpa ada kafarah. Inilah pendapat mayoritas ulama.
Muntah dengan sengaja
Kedua, yang dapat membatalkan puasa adalah muntah dengan sengaja. Yakni mengeluarkan sesuatu dari mulutnya dengan sengaja maka puasanya batal, dan ia wajib mengqadanya. Sebaliknya orang yang berpuasa kemudian ia muntah dan tidak mampu untuk menahannya, maka puasanya dapat dilanjutkan.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ ذَرَعَهُ قَىْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ
“Barangsiapa yang dipaksa muntah sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qada baginya. Namun apabila dia muntah (dengan sengaja), maka wajib baginya membayar qada.”
Haid dan Nifas
Ketiga, yang dapat membatalkan puasa adalah karena haid dan nifas. Bagi wanita yang berpuasa kemudian ia haid atau sedang nifas ia tidak diwajibkan untuk melanjutkan puasanya. Apabila ia tetap melanjutkan maka puasanya tidaklah sah.
Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ » . قُلْنَ بَلَى . قَالَ « فَذَلِكَ مِنْ نُقْصَانِ دِينِهَا »
“Bukankah kalau wanita tersebut haid, dia tidak salat dan juga tidak menunaikan puasa?” Para wanita menjawab, “Betul.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itulah kekurangan agama wanita.”
Jika wanita haid dan nifas tidak berpuasa, ia harus mengqada puasanya di hari lainnya. Berdasarkan perkataan ‘Aisyah, “Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqada puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqada salat.” Berdasarkan kesepakatan para ulama pula, wanita yang dalam keadaan haid dan nifas wajib mengqada puasanya ketika ia suci.
Jima dan bersetubuh pada siang hari
Keempat, yang dapat membatalkan puasa adalah melakukan jima dan bersetubuh pada siang hari. Berjima’ dengan pasangan di siang hari bulan Ramadhan dapat membatalkan puasa, maka wajib baginya untuk mengqada dan menunaikan kafarah. Namun hal ini berlaku jika memenuhi dua syarat antara lain:
(1) yang melakukan adalah orang yang dikenai kewajiban untuk berpuasa, atau (2) bukan termasuk orang yang mendapat keringanan untuk tidak berpuasa. Jika seseorang termasuk orang yang mendapat keringanan untuk tidak berpuasa seperti orang yang sakit dan sebenarnya ia berat untuk berpuasa namun tetap nekad berpuasa, lalu ia menyetubuhi istrinya di siang hari, maka ia hanya punya kewajiban qada dan tidak ada kafarah.
Melansir laman Muslim.or.id, Sabtu (16/3/2024) terdapat penjelasan mengenai hukum bagi orang yang melakukan hubungan suami istri di siang hari bulan Ramadhan dalam keadaan puasa harus mengeluarkan salah satu dari pilihan kafarah berikut :
- Membebaskan seorang budak mukmin yang bebas dari cacat.
- Jika tidak mampu, berpuasa dua bulan berturut-turut.
- Jika tidak mampu, memberi makan kepada 60 orang miskin. Setiap orang miskin mendapatkan satu mud dan makanan.
Keluarnya mani dengan sengaja
Kelima, yang dapat membatalkan puasa adalah keluarnya mani dengan sengaja. Artinya mani tersebut dikeluarkan dengan sengaja tanpa hubungan jima’ seperti mengeluarkan mani dengan tangan, dengan cara menggesek-gesek kemaluannya pada perut atau paha, dengan cara disentuh atau dicium. Hal ini menyebabkan puasanya batal dan wajib mengqada, tanpa menunaikan kafarah.
Inilah pendapat ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah. Dalil hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِى
“(Allah Ta’ala berfirman): ketika berpuasa ia meninggalkan makan, minum dan syahwat karena-Ku”[13]. Mengeluarkan mani dengan sengaja termasuk syahwat, sehingga termasuk pembatal puasa sebagaimana makan dan minum.
Melakukan perbuatan dosa
Keenam, yang dapat membatalkan puasa adalah melakukan perbuatan dosa. Sebagaimana “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ الصِّيَامُ مِنْ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ فَقَطْ، الصِّييَامُ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ
“Puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum saja, puasa adalah menahan diri dari perkataan sia-sia dan keji.” (HR Baihaqi dan Al-Hakim)
Salah satunya mengeluarkan perkataan yang sia-sia adalah ghibah, yaitu membicarakan kejelekan, kesalahan atau kekurangan orang lain. Ghibah termasuk yang dapat menyebabkan puasa seseorang menjadi sia-sia atau tidak berpahala. Dalam salah satu riwayat hadits disebutkan sebagai berikut:
خَمْسٌ يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ الْغِيبَةُ وَالنَّمِيمَةُ وَالْكَذِبُ وَالْقُبْلَةُ وَالْيَمِينُ الْفَاجِرَةُ
“Lima hal yang menyebabkan batalnya puasa, yaitu ghibah, mengadu domba, berdusta, ciuman, dan sumpah palsu.”
Semoga bermanfaat