Supaya bekerja bernilai pahala – Setiap mukmin tentunya ingin masuk ke dalam surga Allah ta’ala. Untuk masuk ke dalam surga-Nya, maka perlu mengumpulkan bekal yang cukup dan bernilai pahala. Untuk mendapatkan pahala tidak hanya ibadah wajib dan sunahnya saja yang dikerjakan. Akan tetapi seluruh aktivitas seorang mukmin semuanya bisa dijadikan sebagai sarana untuk mencari pahala.
Diantara aktivitas mukmin yang bisa dikerjakan adalah pekerjaan yang dilakukan sehari-hari. Supaya semangat dalam bekerja dan bernilai pahala di sisi Allah ta’ala, ada beberapa yang bisa lakukan sebagai berikut :
1) Luruskan niat
Pertama adalah meluruskan niat. Supaya kita bekerja bisa bernilai pahala di sisi Allah ta’ala maka mulai dengan niat bekerja yang benar dan baik. Niat yang benar seperti bekerja untuk menafkahi diri sendiri, menafkahi anggota keluarga, bermanfaat untuk orang lain, dan memudahkan kita untuk beribadah kepada Allah ta’ala.
Karena dengan bekerja dengan niat yang baik dan benar akan mendatangkan ridho Allah ta’ala. Sehingga pekerjaan kita bisa bernilai pahala di sisi Allah ta’ala. Sebagaimana dalam riwayat berikut :
دِيْنَارٌ أنْفَقتَهُ في سَبِيْلِ اللهِ وَ دِيْنَارٌ أنْفَقتَهُ في رَقَبَةٍ وَ دِيْنَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلىَ مِسْكِيْنٍ وَدِيْنَارٌ أنْفَقتَهُ في أهْلِكَ أعْظَمُهَا أجْرًا الَّذِي أنْفَقتَهُ في أهْلِكَ
“Dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, dinar yang engkau infakkan untuk membebaskan budak, dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan dinar yang engkau nafkahkan kepada keluargamu, pahala yang paling besar adalah dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu.” (HR. Muslim)
2) Bekerja dengan cara yang halal
Dalam agama islam, setiap mukmin dianjurkan untuk bekerja dan berusaha dengan cara yang halal. Karena ketika kita bekerja dengan cara halal maka rezeki yang kita dapatkan akan menjadi barakah dan berpahala. Sedangkan ketika bekerja dengan cara yang dzalim dan penuh dengan tipu daya maka Allah ta’ala akan mencabut keberkahan hartanya.
Harta yang tidak berkah akan menimbulkan banyak dampak negatif dalam kehidupan dirinya dan keluarganya. Harta yang tidak berkah, walaupun banyak, akan terasa sedikit dan cepat hilang. (Lihat Majmu’ah Al-Fatawa, 28: 646)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِى ٱلْأَرْضِ حَلَٰلًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168)
Selain bekerja dengan cara yang halal, kita juga dianjurkan untuk bekerja dengan tidak melalaikan ibadah kepada Allah ta’ala.
Ibadah di sini meliputi hablumminallah (berhubungan dengan Allah, misalnya: salat lima waktu) dan hablumminannas (hubungannya dengan manusia, misalnya: mendidik keluarganya tentang agama dan akhlak). Sebagaimana seorang ayah yang akan ditanya tentang kepemimpinannya di akhirat kelak. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Dan demikian juga, seorang pria adalah seorang pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari)
Semoga Allah Ta’ala memudahkan setiap pekerjaan yang kita lakukan dan memberikan pahala atas segala aktivitas yang telah kita upayakan untuk meraih ridho dan rahmat-Nya.