Akhir-akhir ini istilah halal lifestyle atau gaya hidup halal menjadi perbincangan populer di masyarakat. Terlebih lagi adanya perubahan logo halal Indonesia sebagai tanda kehalalan suatu produk dan masih menjadi polemik di masyarakat. Padahal berbicara mengenai halal-haram tidak hanya mencakup kehalalan suatu produk saja, melainkan mencakup persoalan kehidupan masyarakat secara keseluruhan (halal lifestyle).
Sebagaimana firman Allah swt. yang tertulis di dalam Q.S. Al Baqarah [2] : 172 yaitu:
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepadaNya kamu beribadah.”
Istilah halal lifestyle merujuk pada pola hidup seseorang yang dinyatakan dalam kegiatan yang halal, minat dan pendapatannya dalam membelanjakan uang untuk makan, minum, kesenangan lainnya secara halal, dan bagaimana mengalokasikan waktunya juga secara halal.
Namun tidak semua yang terlihat halal belum tentu thayyib, termasuk apa yang kita makan maupun aktivitas yang kita lakukan. Mari simak pembahasan berikut :
Apa Bedanya Halal, Haram, Thayyib ?
Ali (2016) menjelaskan bahwa kata “halal” dan “haram” merupakan istilah Al Qur’an dan digunakan dalam berbagai hal, sebagiannya berkaitan dengan makanan dan minuman.
Halal secara bahasa berarti sesuatu yang dibolehkan menurut syariat untuk dilakukan, digunakan, atau diusahakan, dengan disertai perhatian cara memperolehnya, bukan dari hasil muamalah yang dilarang.
Sementara thayyib bisa diartikan sebagai sesuatu yang layak bagi jasad atau tubuh, baik dari segi gizi dan kesehatan serta tidak membahayakan badan dan akal.
Sedangkan haram, secara terminologi diartikan sebagai sesuatu yang dilarang Allah dengan larangan yang tegas. Keharaman ada 2 macam yaitu karena disebabkan zatnya atau karena yang ditampakkannya.
Mengapa Harus Halal dan Thayyib (Halalan Thayyiban) ?
Allah berfirman dalam surah Q.S. Al Baqarah [2] : 216 :
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ ࣖ
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Islam adalah agama yang mengatur kemaslahatan kehidupan manusia dengan sebaik-baiknya. Allah memerintahkan kita untuk senantiasa mengkonsumsi yang halal dan mendapatkannya dengan cara yang halal. Allah lebih mengetahui sedangkan pengetahuan manusia terbatas.
Halal lifestyle adalah pola hidup yang mengutamakan segala sesuatu yang kita jalankan sesuai dengan syariat islam dan anjuran Nabi Muhammad SAW. Halal adalah sisi legalnya tentang apa yang boleh di makan, minum, maupun dilakukan. Sedangkan thayyib adalah sisi pemenuhannya apakah baik dan ada manfaatnya dari aspek gizi, kesehatan, dan kebutuhan psikis. Maka Halal lifestyle tidak dapat dipisahkan dari 2 konsep ini yaitu halal dan thayyib.
Sebagai contoh, ketika kita makan daging yang disembelih dengan cara benar dan halal, tentu itu sudah pasti thayyib. Sebab, sudah memenuhi sisi kebersihan kandungan gizinya. Bila daging tersebut dipotong tidak sesuai syar’i, maka selain aspek hukum Islamnya yang tidak terpenuhi, aspek kebutuhan gizi dan kebersihannya juga tidak terpenuhi. Karena ada darah yang menggumpal.
Contoh yang Halal Belum Tentu Thayyib
Di era modernisasi ini, gedged adalah kebutuhan yang sudah menjadi primer dalam kehidupan kita. Karena semua informasi bisa kita dapatkan dengan mudah di sosial media. Misalnya : ketika ada pasangan suami istri yang sudah menikah, kemudian mengupload foto atau video mesra tentang aktivitasnya ke sosial media. Hal ini bisa menimbulkan rasa iri atau bahkan ain dari orang lain yang melihatnya, maka tidak ada kebaikan justru akan timbul keburukan lainnya.
Contoh yang Thayyib Belum Tentu Halal
Khamer adalah minuman yang diharamkan untuk dikonsumsi bagi umat islam. Karena Khamer mengandung senyawa alkohol atau etanol yang memabukkan. Adanya alkohol pada minuman akan mempengaruhi kerja otak dan bagian sistem syaraf. Dampaknya kemampuan berpikir akan terganggu dan menurunkan tingkat kesadaran.
Namun ketika berpergian ke luar negeri, khamer dijadikan sebagai obat untuk menghangatkan badan karena cuaca yang sangat dingin. Lalu bagaimana hukumnya jika hanya sedikit meminumnya ?
“Minuman apapun kalau banyaknya memabukkan, maka (minum) sedikit (dari minuman itu) juga haram” (HR. Bukhari dan Muslim)
Perbedaan antara khamer sebagai sebuah minuman yang haram, dengan hukum keharaman alkohol sebagai sebuah zat cair. Keduanya sering diidentikkan meski keduanya sebenarnya berbeda dan punya hukum sendiri. Wa’allahualam Bisawaf.