Di kisahkan, dahulu di Kota Marw ada seorang lelaki bernama Nuh bin Maryam. Ia adalah seorang pemimpin sekaligus qadhi di kota tersebut. Ia adalah seorang lelaki yang hidupnya dalam kenyamanan dan memiliki harta yang banyak. Di samping itu, ia juga memiliki anak gadis yang cantik, baik, dan menarik hati. Sudah banyak para lelaki, baik dari kalangan petinggi atau pemuda-pemuda kaya yang datang untuk melamarnya.
Namun, tidak ada seorangpun lelaki yang mampu menarik hati ayahnya yaitu Nuh bin Maryam. Nuh bin Maryam merasa bingung dengan siapakah ia akan menikahkan puterinya. Ia mulai merasa “jika aku memilih salah satu dari mereka maka sebagian yang lain akan kecewa”.
Akhirnya Nuh bin Maryam bertanya kepada budaknya yaitu Mubarak. Mubarak adalah seorang penjaga kebun yang sudah bekerja selama sebulan kepada Nuh bin Maryam. Mubarak di kenal sebagai orang yang amanah, bahkan ia tidak tahu mana anggur masam dan mana yang manis, karena ia tidak pernah mencicipi anggur yang di jaganya.
Nuh bin Maryam pun bertanya kepada Mubarak, “Wahai anak muda, sebenarnya aku memiliki seorang putri yang sangat cantik dan sudah pernah di pinang oleh para pembesar dan orang-orang penting, tetapi aku masih belum tahu siapa di antara mereka yang harus aku jadikan menantu, bagaimana pendapatmu?”
Mubarak menjawab ” orang-orang kafir zaman jahiliah, mereka lebih mengutamakan keturunan, nasab, kemasyuran keluarga, juga kedudukan. Sementara orang-orang Yahudi dan Nasrani lebih memprioritaskan keelokan dan kecantikan. Pada masa Nabi Muhammad para sahabat lebih mengutamakan kebaikan agama juga ketaqwaan. Sedangkan di zaman kita sekarang, dalam masalah mencari menantu, para orang tua lebih memilih banyaknya harta benda. Oleh karena itu, anda bebas menentukan pilihan anda dari empat hal ini”.
Setelah mendapat jawaban tersebut, Nuh bin Maryam berkata “wahai pemuda, aku lebih memilih calon yang kokoh agamanya, bertaqwa, dan amanah. Oleh karena itu aku ingin menjadikan engkau sebagai menantuku. Karena aku telah menemukan kebaikan, agama yang kokoh, juga amanah pada dirimu”. Selain engkau adalah pemuda yang memiliki ‘iffah (kemuliaan diri) juga penjagaan diri yang bagus”. (Abu Hamid Al-Ghazali, At-Tibr Al-Masbuk fi Nashihati Al-Muluk, hlm. 123).
Singkat cerita setelah Mubarak di ajak Nuh bin Maryam menuju rumahnya dan mendapatkan persetujuan dari putrinya. Kemudian Nuh bin Maryam menikahkan keduanya, dan hasil dari pernikahan itu lahirlah seorang anak laki-laki tampan yang diberi nama Abdullah.
Dialah anak yang kelak terkenal di kalangan ulama islam dengan nama Abdullah bin Mubarak. Seorang ulama besar yang memiliki banyak ilmu, zuhud, dan banyak meriwayatkan hadis-hadis Nabi Muhammad. Sampai saat ini nama besar Abdullah bin Mubarak masih terkenal di penjuru islam, ia lahir dari ayah dan ibu yang saleh-salehah.
Dari kisah tersebut, bisa di simpulkan bahwa dalam memilih pasangan hidup hal yang paling utama adalah bagaimana agama dan akhlaknya. Dan Nuh bin Maryam memberikan pendamping yang tepat bagi putrinya sehingga melahirkan keturunan yang kelak menjadi generasi penerus agama islam.
Repost buku “Keluarga Bervisi Surga”-Karya Ibnu Abdil Bari