Cara membangun kepercayaan diri anak melalui konsep apresiasi-discovering ability – Anak memiliki segudang potensi yang luar biasa untuk di kembangkan. Terlebih lagi ketika anak sudah mulai percaya diri dengan kemampuannya, maka ia akan mudah beradaptasi dengan peluang di sekitarnya dan memberikan banyak manfaat.
Namun sering sekali kita temui bahwa tidak semua anak mengenali potensi kekuatannya. Anak cenderung kurang pencaya diri dan merasa bahwa ia tidak memiliki potensi yang harus dibanggakan. Hal ini dapat mempengaruhi psikologi anak dan menghancurkan bakatnya.
Anak selalu di tuntut untuk memiliki nilai akademik yang tinggi di sekolahnya dan kurangnya kepekaan orangtua dalam mengenali potensi anaknya, karena fokus dengan pencapaian pada standar akademik saja. Padahal untuk membangun potensi anak adalah dengan membangun kepercayaan dirinya.
Berikut adalah cara membangun kepercayaan diri anak melalui konsep discovering ability :
KEBIASAAN MEMBERIKAN APRESIASI BERMAKNA
Apresiasi bukanlah mutlak hanya berupa hadiah materi (barang atau benda) saja. Apresiasi adalah penghargaan yang di berikan kepada anak karena telah melakukan usaha positif. Apresiasi yang dimaksud bisa dalam bentuk sebagai berikut :
1) Pujian yang tepat
Cara memberikan pujian yang tepat adalah dengan memuji perbuatan anak terlebih dahulu, baru kemudian menyebutkan namanya. Hal ini perlu dilakukan supaya anak tidak sombong atas pujian tersebut dan belajar bahwa pujian itu muncul karena suatu alasan yaitu anak sudah melakukan perbuatan baik.
Misal : Ketika anak yang berusia dini sudah bisa menutup pintu dan jendela rumah, orangtua memujinya dengan perkataan “Hebat, kamu sudah punya tanggung jawab ya, Bimo. Anak mama memang Top!” atau ketika ketika anak yang berusia pada jenjang SD sudah mengerjakan tugas sekolahnya. “Alhamdulilah, kamu sudah bisa menyelesaikan masalah, Dita anak papa, memang pintar!”.
2) Mendoakan Kebaikan Sang Anak
Mendoakan anak adalah salah satu bentuk apresiasi yang bermakna. Ketika anak sudah melakukan perbuatan baik maka sebagai orangtua biasakan untuk mendoakan anak-anaknya. Karena doa adalah penyejuk hati sehingga anak akan selalui ingat Allah SWT bahwa kemampuan mereka dalam berbuat kebaikan adalah berkat keridhoaan dan merupakan fitrah suci dari Allah SWT. Sehingga anak menjadi manusia yang tawaduk, rendah hati dna ikhlas dalam mengerjakan kebaikan.
3) Memberi Hadiah
Memberikan hadiah adalah salah satu bentuk apresiasi berupa materi atau kesempatan baik kepada anak yang berkesan baginya jika diberikan dengan cara yang tepat. Ada beberapa ketentuan dalam memberikan hadiah kepada anak sebagai berikut :
Hadiah sesuai dengan keinginan anak
Jenis hadiah yang diberikan sebaikanya berupa keinginan anak yang sudah lama terpendam dan diidamkan. Cara praktis dalam mempraktikannya adalah dengan membiasakan anak menuliskan keinginannya dalam buku, semacam Wish Book. Buku ini berisi tulisan tangan anak yang disertai tempelan sticker menarik yang berkaitan dengan benda atau apapun yang anak inginkan.
Hadiah jangan dikatakan di awal
Memberikan hadiah kepada anak jangan dikatakan diawal ketika anak akan melakukan perbuatan baik. Jika hal ini terus menerus dilakukan oleh orangtua, anak akan mau melakukan perbuatan baik tersebut jika ada hadiahnya dan sebaliknya jika tidak ada hadiah, anak enggan melakukannya.
Sering sekali kita temui, orangtua merayu anaknya dengan sogokan berupa hadiah. “Ayo, belajar sayang. Kalau malam ini kamu belajar, nanti mama belikan es krim.” Perhatikan kalian tersebut, anak belum melakukan perbuatan baik yang dimaksud orangtuanya, tetapu sudah diawali dengan hadiah yang akan diperolehnya.
Hadiah itu seimbang dengan perbuatan baiknya
Anak akan termotivasi dalam melakukan perbuatan baik atas dasar kesadarannya bukan perintah atau karena iming-iming diberikan hadiah. Setiap perbuatan baik akan diberikan sebuah hadiah sesuai dengan kadar perbuatannya. Ukuran kadar ini memang sifatnya subjektif, tetapi perlu dilakukan oleh orangtuanya.
Jika hadiah yang diberikan tidak sesuai dengan perbuatan baik yang dilakukannya. Maka akan membentuk perilaku anak yang manja. Perilaku yang manja adalah tabiat anak ketika ia selalu mendapatkan hadiah atas perbuatan yang dianggap kebaikan dan melebihi kadar kualitas perbuatannya itu sehingga ia akan selalu membandingkan hadiah yang diperoleh sebelumnya dengan saat ini. Begitu seterusnya yang terjadi berulang-ulang.
Contoh perkataan orangtua untuk memberikan hadiah kepada anaknya: “Wow, malam ini kamu sudah belajar dengan baik. Besok mama akan belikan sepeda yang bagus buat kamu”. Sebagai orangtua perlu membandingkan kadar kualitas anak dan kualitas hadiahnya. Hanya dengan belajar satu malam keesokan harinya anak dibelikan sepeda yang mungkin harganya cukup mahal.
Meskipun hanya gurauan atau candaan dengan anggapan orangtua akan membelikannya satu bulan atau setahun kemudian anak akan terus menagih janjinya. Dan perilaku meminta hadiah setelah melakukan perbuatan yang dianggap baik anaknya akan terus berulang-ulang.
KEBIASAAN MENULIS KISAH DAN SIMBOL SUKSES ANAK
Kisah sukses adalah kejadian, peristiwa, atau pengalaman yang dialami anak yang membuatnya merasa istimewa. Kisah sukses ini sangat subjektif dan tidak harus dibandingkan dengan orang lain, namun diabadikan momen tersebut bisa dalam bentuk tulisan atau diwujudkan dalam bentuk simbol.
Misalnya, ketika anak mengikuti lomba menggambar di tingkat TK sekabupaten, dilapangan panas terik. Orangtua mengantarkan dan menunggu anaknya dengan sabar sampai perlombaan selesai. Meskipun setelah lomba berakhir anak anda tidak meraih juara. Namun ia hanya mendapatkan sertifikat sebagai tanda terima kasih sudah mengikuti lomba.
Dari pengalaman tersebut, orangtua bisa membuat sebuah kisah yang menjadi simbol sukses anaknya. Kisah tersebut bisa diwujudkan dengan cara menempelkan sertifikat tersebut di dinding kamar anaknya supaya dapat dilihat dan di abadikan dengan sebuah momen foto karena sudah mengikuti perlombaan gambar. Peristiwa tersebut dapat dijadikan sebagai bahan cerita kepada teman-teman anaknya, apalagi jika diceritakan didepan anaknya. Ia akan tersenyum bahagian dan merasa dihargai atas usahanya.
Referensi : Buku Munif Chatib “Orangtuanya Manusia”, halaman 123-127